Jakarta, BisnisJatim.Id – Energi panas bumi dapat menjadi tulang punggung atau backbone dalam mencapai swasembada energi yang dicanangkan pemerintah.
Hal itu dikatakan, Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE, Yurizki Rio, dalam acara DETalk bertema “Pengembangan Sektor Ketenagalistrikan untuk Mencapai Swasembada Energi di era Pemerintahan Baru” yang diselenggarakan Dunia Energi, Selasa (26/11).
Beberapa tahun ke belakang Indonesia akan lepas landas mewujudkan target transisi energi. Panas bumi memiliki capacity factor besar, berkisar 90-100 persen dan memberikan kepastian bagi konsumen sehingga sangat tepat jadi andalan dalam mengejar transisi energi.
“Panas bumi juga kebetulan lokasinya terkonsentrasi di-major island, yang memiliki high demand listrik untuk masa kini dan masa datang,” kata Yurizki dalam keterangannya dilansir Antara.
Menurutnya, salah satu faktor lain yang bisa membuat panas bumi jadi tulang punggung menuju swasembada energi adalah dengan adanya koneksi jaringan listrik dari PT PLN (Persero) yang optimal. Pemanfaatan panas bumi bakal langsung berdampak terhadap pengurangan penggunaan energi migas.
“Penggunaan energi dari panas bumi sebesar 1 MWh (megawatt hour) sama dengan memangkas penggunaan 1,87 barel setara minyak (BOE),” imbuhnya.
Saat ini PGE memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar dengan 13 wilayah kerja panas bumi (WKP) dan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 megawatt (MW) yang dioperasikan, terdiri atas 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW melalui joint operation contract (JOC).
PGE telah mencatat cadangan panas bumi terbukti dengan kapasitas sebesar 1,1 gigawatt (GW). Selain itu, ada ekstra tambahan potensi cadangan yang siap untuk dieksplorasi dengan kapasitas 2,1 GW.
“Total 3,1-3,2 GW, dan itu 75 persen berada lapangan kami, lokasi di area pengembangan jadi bisa dipercepat. Panas bumi menjadi backbone transisi energi siap menggantikan fossil fuel,” ungkapnya.
Dalam 10 tahun ke depan, PGE juga berencana meningkatkan kapasitas terpasangnya secara masif. Pada 2028, misalnya, perusahaan berencana meningkatkan kapasitas terpasang PLTP menjadi 1 GW dari posisi saat ini 672 MW.
Dua tahun kemudian atau tahun 2030 meningkat lagi menjadi 1,3 GW. Pada 2035, PGE memproyeksikan kapasitas terpasang PLTP tumbuh menjadi 1,7 GW. Untuk meningkatkan kapasitas tersebut, PGE bakal memanfaatkan pendanaan internal setelah initial public offering (IPO).
“Kami memiliki strong financial power 650 juta dolar AS, 60 persen dari IPO, 40 persen dana operasional ini ruang besar untuk dapatkan financing tambahan jika diperlukan support,” ucap Yurizki.
Sementara itu, Subkoordinator Perencanaan Wilayah Usaha Ketenagalistrikan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Faldolly Ardin mengatakan untuk mendukung pemanfaatan panas bumi jaringan listrik memang menjadi kunci. Untuk itu, pemerintah telah membuat peta jalan pengadaan supergrid sebagai kunci dalam transisi energi.
“Melalui pembangunan supergrid, investasi pembangkit EBT (energi baru terbarukan) menjadi lebih menarik (karena lokasi biasanya jauh dari demand),” kata Faldolly. BJ3/Ant