HeadlineIndeksIndustri

Hadapi Gelombang AI, Hubungan Industrial Harus Lebih Adaptif dan Humanis

487
×

Hadapi Gelombang AI, Hubungan Industrial Harus Lebih Adaptif dan Humanis

Sebarkan artikel ini

Bisnisjatim.id, Surabaya – Dunia kerja Indonesia tengah memasuki fase baru. Perubahan teknologi yang kian cepat, terutama lewat kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), mulai mengubah wajah hubungan industrial di berbagai sektor.

Hal itu menjadi sorotan utama dalam Industrial Relation Conference ke-11 yang digelar Apindo Training Center (ATC) di Platinum Hotel, Surabaya, Selasa (4/11/2025).

Ketua Umum DPN Apindo, Shinta Kamdani, menegaskan bahwa tantangan hubungan industrial kini tak hanya soal tenaga kerja dan perusahaan, tetapi juga soal kemampuan adaptasi terhadap teknologi.

“Otomasi dan digitalisasi sudah mengubah dunia. Jenis pekerjaan juga berubah, maka perusahaan harus ikut beradaptasi, termasuk dalam hal keterampilan tenaga kerja,” ujarnya di sela IR Conference.

Menurut Shinta, literasi digital menjadi kunci penting di tengah perubahan ini. Namun ia mengingatkan bahwa transformasi digital juga memengaruhi ketersediaan lapangan kerja.

“Selain menyiapkan upskilling, kita harus tetap menciptakan lapangan pekerjaan yang berkualitas. Termasuk sektor informal yang berperan penting menopang industri padat karya,” tambahnya.

Shinta menegaskan ada tiga fokus utama yang perlu dijaga dalam semangat Indonesia Incorporated: mencegah PHK, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga daya saing industri.

Ia juga memaparkan data terkini yang menunjukkan tekanan pada perekonomian nasional, mulai dari penurunan penjualan kendaraan, melemahnya indeks kepercayaan konsumen, hingga turunnya kinerja industri tekstil.

Dari sisi pemerintah, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengapresiasi langkah Apindo yang aktif menjembatani dialog antara dunia usaha dan pemerintah. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai kesepakatan internasional untuk menghadapi era AI.

“Di tingkat ASEAN, kita sudah menyepakati Digital Economic Framework Agreement (DEFA), sedangkan di APEC ada AI Initiative yang menekankan pendekatan Human-Centered AI. Artinya, penggunaan AI harus memberi manfaat dan kesejahteraan bagi manusia, bukan soal efisiensi industri,” paparnya.

Sementara itu, Ketua DPP Apindo Jatim, Eddy Widjanarko, menilai perkembangan AI tidak bisa dihindari. Banyak sektor usaha, katanya, kini beralih pada penggunaan mesin dan sistem otomatis.

“AI sudah menjadi masa depan industri. Kita memang harus beradaptasi agar tetap relevan dan bisa terus berlanjut,” ujarnya mendampingi Shinta Kamdani dalam doorstop.

Dari sisi tenaga kerja, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas sebagai kunci hubungan industrial yang sehat di era baru ini.

“Produktivitas adalah kata kunci untuk mewujudkan hubungan industrial yang transformatif. Kita harus meningkatkan kapasitas pekerja agar bisa bersaing,” ia menjelaskan secara daring.

Ia tidak menampik bahwa sekitar 86 persen tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan SD hingga SMA. Berdasar data ini, pihaknya perlu menciptakan langkah besar dalam peningkatan keterampilan.

“Kami di Kemenaker tidak bicara program kecil, tapi dampak besar. Karena produktivitas bangsa hanya bisa naik kalau kualitas tenaga kerjanya juga meningkat,” tegas Yassierli.

Konferensi yang dihadiri pelaku industri, akademisi, dan pemerintah ini menegaskan satu hal: hubungan industrial di era AI membutuhkan kolaborasi semua pihak. Transformasi digital boleh tak terhindarkan, tetapi kesejahteraan manusia tetap menjadi pusat arah perubahan.(kar)