Ada Sentimen Penurunan Suku Bunga, IPOT Jagokan SMGR, ISAT, BSDE dan XIIF untuk Trading Pekan Ini

Jakarta, BisnisJatim.Id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.520 atau menguat 0,33% dalam seminggu hingga akhir perdagangan, Jumat, 11 Oktober 2024. Saat ini IHSG bergerak konsolidasi dengan range support di level 7400-7500 dan resistance 7600.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas ( IPOT ), Dimas Krisna Ramadhani menegaskan selama IHSG tidak keluar dari area konsolidasinya saat ini maka IHSG cenderung akan melanjutkan konsolidasinya hingga aliran dana asing mulai masuk Kembali ke IHSG.

“Jika melihat trend kenaikan yang terjadi pada indeks saham global seperti Dow Jones, S&P500, dan FTSE yang berhasil mencatatkan level tertinggi barunya pada minggu lalu maka IHSG juga berpotensi mengalami kenaikan dalam waktu dekat. Sebagai referensi pada Juli lalu, pergerakan indeks saham global mengalami kenaikan terlebih dahulu baru diikuti oleh kenaikan pada IHSG,” terangnya di Jakarta pada Senin, 14 Oktober 2024.

Ia menambahkan sesuai poin yang ada pada Dow Theory menyebutkan bahwa “Indices Must Confirm Each Other” menggambarkan korelasi kinerja antar indeks satu dengan yang lainnya dan jika dihitung secara statistik korelasi pergerakan antara Indeks Dow Jones dengan IHSG sejak April 2020, hasilnya memiliki tingkat kesamaan kinerja bulanan sebesar 68% sepanjang 55 bulan terakhir.

“Artinya dalam 55 bulan terakhir hanya ada 18 bulan perbedaan kinerja bulanan antara Indeks Dow Jones dan IHSG, sedangkan 37 bulan sisanya kinerja bulanan IHSG dan Dow Jones memiliki korelasi yang positif.” tambahnya.

Penguatan IHSG pada pekan lalu 7-11 Oktober 2024 tertopang 2 top gainers yakni IDX Property dan IDX Technology. Dijelaskan Dimas, IDX Property naik 4,4% dalam sepekan kemarin seiring dengan sentimen program pembangunan 3 juta rumah yang digagas presiden terpilih Prabowo Subianto dan siap digarap oleh Asosiasi Real Estate Indonesia.

Prabowo juga berencana untuk menghapus pajak properti atau perumahan yang saat ini sebesar 16 persen. Pajak yang akan dihapus adalah PPN 11% dan BPHTB 5%. Ini menjadi katalis positif bagi sektor properti untuk meningkatkan permintaan terhadap produk perumahan, namun pemerintah juga harus memerhatikan dari sisi daya beli masyarakat yang terus turun sepanjang tahun ini.

“Salah satu caranya dengan membuka lapangan pekerjaan tambahan dan pengurangan jumlah potongan pada penghasilan kelas menengah sehingga daya beli masyarakat dapat bertambah dan berimbas positif terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujar Dimas.

Sementara itu, IDX Technology dalam sepekan kemarin naik sebesar 2,42% yang disebabkan penguatan saham Bukalapak setelah rumor akuisisi platform e-commerce China (Temu) terhadap saham BUKA. Diketahui, pada 8 Oktober lalu terjadi transaksi jumbo di Pasar Nego pada saham BUKA, dimana usai transaksi ini salah satu pemegang saham Bukalapak sebelumnya yakni Ant Financial sudah tidak tercatat lagi sebagai pemegang saham BUKA.

“Perlu diketahui bahwa pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir aplikasi Temu karena dianggap dapat merugikan UMKM di Indonesia dan akan terus berupaya agar aplikasi e-commerce yang menghubungkan Business dengan Customer (B2C) tersebut tidak dapat masuk ke Indonesia. Sebuah langkah yang positif terhadap perlindungan UMKM di Indonesia yang ujungnya juga akan berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri.” katanya.

Sayangnya, IHSG pekan lalu tidak bisa melaju kencang karena tersandera 2 top losers yakni IDX Industrials dan IDX Energy. IDX Industrials turun 0,98% dalam sepekan kemarin yang disebabkan penurunan saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di sektor ini yaitu, ASII. Saham induk grup Astra tersebut melemah 1,46% sepanjang minggu lalu seiring dengan aksi jual yang dilakukan investor asing di saham tersebut. Foreign outflow pada ASII tercatat sebesar Rp156 miliar di pasar regular sepanjang minggu lalu.

Sementara itu, IDX Energy dalam sepekan kemarin turun sebesar 0,77% yang disebabkan penurunan saham-saham energi seperti oil and gas dan batu bara. Sektor energi tersengat sentimen negatif usai pengumuman penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China pada Selasa lalu.

Apabila stimulus ini berjalan maka aktivitas ekonomi di China akan mengalami ekspansi dan kebutuhan akan energi meningkat. Indonesia sebagai salah satu negara eksportir komoditas terbesar ke China akan mendapatkan keuntungan.

“Apabila stimulus kembali berjalan, maka permintaan komoditas energi Indonesia akan mengalami kenaikan seperti batu bara dan minyak mentah dan emiten dalam sektor energi akan mendapatkan keuntungan dalam hal ini,” jelasnya.

Adapun tiga sentimen utama yang memengaruhi market pada minggu lalu 7 – 11 Oktober 2024, yakni penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China, inflasi tahunan AS September dan PPI bulanan AS (September).

Terkait sentimen penundaan stimulus tambahan oleh pemerintah China, pada Selasa lalu reli saham-saham di bursa saham China setelah kembali buka dari liburan selama seminggu mulai mereda. Pasalnya pelaku pasar mempertanyakan tekad pemerintahnya untuk menambah lebih banyak stimulus.

“Hal ini terjadi setelah para pejabat perencana ekonomi utama China—Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) mengumumkan tidak memberikan stimulus besar pada konferensi pers pada hari tersebut. Setelah berita ini rilis, indeks saham global mengalami volatilitas yang besar salah satunya indeks Shanghai yang ditutup menguat lebih dari 4% dibandingkan hari sebelumnya, namun turun dalam dari harga pembukaannya karena terjadi gap up.” ungkap dia.

Selanjutnya sentimen inflasi tahunan AS September, pada Kamis lalu inflasi tahunan AS September tercatat mengalami penurunan ke level 2,4%. Capaian ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 2,5% namun di atas konsensusnya yang sebesar 2,3%.

“Penurunan inflasi ini disebabkan oleh penurunan pada harga bensin. Inflasi AS September menjadi capaian terendah sejak Februari 2021, dan konsisten mengalami penurunan sejak Maret lalu. Target inflasi yang ditetapkan oleh The Fed adalah sebesar 2% di 2024 ini, sehingga capaian inflasi bulan September ini semakin mendekati target The Fed.” katanya.

Sementara itu terkait sentimen PPI bulanan AS (September), pada Jumat lalu data inflasi AS juga rilis dari sisi produsen. PPI bulanan AS September tercatat tidak mengalami perubahan untuk bulan September meskipun penurunan pada harga bensin. Capaian bulan ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,2%.

“Indikator ini juga menjadi indikator yang digunakan The Fed dalam pertimbangan keputusan suku bunga acuannya. Penilaian pelaku pasar terhadap data ini pun sama dengan inflasi tahunan dari sisi konsumen, dimana apabila data yang keluar ternyata hasilnya terlampau rendah maka akan memberikan kekhawatiran terhadap melemahnya kondisi ekonomi AS.” Pungkasnya. BJ1