Jakarta, BisnisJatim.Id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.287 atau melemah -2,91% dalam seminggu pada akhir perdagangan pekan lalu, Junat, 8 November 2024. Saat ini IHSG berada dalam fase downtrend untuk jangka pendek dengan momentum penurunan yang kuat.
“Apabila melihat dari data foreign flow, IHSG berpotensi untuk terus melanjutkan penurunan hingga level 6.800 – 6.900 yang tidak harus langsung menuju ke level tersebut tentunya,” tegas Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani.
Secara teknikal, terang Dimas, saat ini IHSG tertahan di MA50 weekly sehingga berpotensi untuk mengalami penguatan sementara dalam jangka pendek. Area support dan resistance IHSG saat ini berada di level 7.100 sebagai support dan 7.400 resistance.
Ia menambahkan melihat pergerakan IHSG yang cenderung memiliki rentang support dan resistance yang lebar maka membaca pergerakan IHSG tidak semudah melihat dari sisi teknikal analisis jika kita ingin benar memprediksi pergerakan IHSG.
“Data foreign flow juga harus diperhatikan misal ketika IHSG mengalami kenaikan, apakah terjadi akumulasi dari investor asing atau justru melanjutkan distribusi sehingga hanya berupa mark up, seperti yang sering terjadi salah satunya pada Jumat kemarin,” jelasnya.
Secara nyata pelemahan IHSG pada pekan lalu ((4-8 November 2024) tergerus 2 top losers yakni IDX Technology dan IDX Property. IDX Technology melemah 5,3% dalam sepekan kemarin yang memang menjadi salah satu sektor yang mengalami koreksi terdalam, ketika indeks sedang downtrend.
Sektor teknologi akan mendapat sentimen positif, salah satunya ketika suku bunga acuan menurun karena akan memberikan alternatif sumber pendanaan yang lebih baik. Hal ini pun memberikan peluang penguatan sektor ini, ketika suku bunga atau BI rate mengalami penurunan, menyusul penurunan suku bunga yang lebih dulu dilakukan The Fed pada Jumat lalu.
Sementara itu, IDX Property dalam sepekan kemarin turun sebesar 3,9% yang memang menjadi sektor yang paling akhir atau laggard pergerakannya dibandingkan pergerakan market keseluruhan.
“Jika dilihat dari trend jangka panjangnya, sektor properti memang sudah bergerak sideways yang panjang, sehingga untuk bisa mulai bergerak uptrend untuk jangka menengah hingga panjang membutuhkan proses dan waktu yang panjang juga,” jelasnya.
Untuk jangka pendek, imbuhnya, secara teknikal jelas sektor properti sudah breakdown dari support sehingga momentum kenaikan yang terjadi dalam 2 bulan terakhir sudah berubah tidak sekuat seperti yang terjadi dalam 2 bulan terakhir.
Mengulas tentang potensi market pada 11-15 November 2024, Dimas mengimbau para trader benar-benar mencermati sejumlah sentimen yang kemungkinan mempengaruhi pasar selama satu pekan kedepan.
Pertama, inflasi tahunan AS bulan Oktober. Pada Rabu ini pekan ini inflasi tahunan AS bulan Oktober diprediksi akan mengalami kenaikan sebesar 2,6%. Capaian ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 2,4% namun masih berada di dalam rentang yang sama dalam 3 bulan terakhir.
The Fed sendiri sudah lebih dulu menurunkan suku bunga acuannya pada Jumat lalu, dimana hal ini akan memengaruhi indikator inflasi untuk bulan berikutnya.
“Jika kita lihat dari target yang ditetapkan The Fed yaitu inflasi 2% di 2024 maka data inflasi Oktober apabila sesuai dengan konsensusnya masih sejalan untuk semakin mendekati target inflasi yang ditetapkan The Fed tersebut.”
Kedua, PPI bulanan AS (Oktober). Sehari setelahnya inflasi AS juga rilis dari sisi produsen. PPI bulanan AS Oktober diprediksi mengalami kenaikan level 0,2%. Capaian bulan ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tidak mengalami kenaikan sama sekali dibanding bulan Agustus.
Seperti yang diketahui bahwa indikator ini sempat menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku pasar dan pemangku kebijakan, karena mengalami penurunan yang konsisten dalam beberapa bulan terakhir sehingga kekhawatiran akan kemungkinan perlambatan ekonomi AS bahkan resesi sempat ramai dibicarakan.
“Akan tetapi, setelah kemenangan Trump dalam Pilpres kemarin, yang salah satu kebijakan ekonominya dalah menurunkan tarif pajak penghasilan dan usaha serta akan memperkuat posisi keuangan perusahaan di AS maka kekhawatiran terhadap terjadinya pelemahan atau resesi ekonomi AS sudah mulai surut.
Berkaca pada kondisi market yang masih rawan koreksi, PT Indo Premier Sekuritas yang baru saja meluncurkan Booster Modal hingga 10x dan fitur trading canggih untuk para trader merekomendasikan 1 Reksa Dana Saham Power Fund Series yang berisikan saham-saham konsumer yang defensif dan 3 saham defensif untuk inspirasi trading pada minggu ini hingga Jumat, 15 November 2024.
- Buy Reksa Dana Saham Premier ETF Indonesia Consumer (XIIC). Reksa Dana Saham Power Fund Series (PFS) ini underlying-nya berisikan saham-saham konsumer yang defensif saat market sedang koreksi. Terlebih, Reksa Dana Saham XIIC ini menjadi salah satu produk PFS yang memiliki kinerja yang baik dalam 3 tahun terakhir.
- Buy on Pullback INDF (Current Price: 7.700, Entry: 7.550, TP: 7.800, ST: 7.500) – EMiten ini menjadi salah satu bluechip yang mengalami akumulasi dari investor asing. Sentimen fundamental, berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih sebesar 224% secara tahunan didorong keuntungan kurs. Lebih dari itu, sektor konsumer menjadi salah satu sektor yang defensif, ketika market koreksi.
- Buy on Breakout BREN (Current Price: 6.875, Entry: 6.900, TP: 7.300, ST: 6.700) – Emiten ini menjadi saham yang digunakan untuk menjaga pergerakan IHSG. Berhasil rebound dari area support dengan lonjakan volume transaksi. Sentimen positif setelah pengumuman tidak terbuktinya dugaan transaksi semu di sahamnya menjadikan saham ini layak ditradingkan pekan ini.
- Buy BRMS (Current Price: 450, Entry: 450, TP: 520, ST: 415) – Emiten ini konsisten membentuk higher high dan higher low sejak keluar dari trend sidewaysnya di September lalu. Kenaikannya disertai akumulasi yang dilakukan investor asing sejak September. Menariknya, sentimen harga komoditas emas yang terus mencatatkan kenaikan menguntungkan BRMS sebagai salah satu produsen emas. BJ1