Surabaya, BisnisJatim.Id – PT Suparma Tbk (SPMA) memutuskan tidak membagikan dividen tunai kepada para pemegang saham. Setelah dikurangi pembentukan dana cadangan wajib sebesar Rp 20 miliar, sisa laba bersih tahun 2024 digunakan untuk memperkuat struktur permodalan Suparma dan untuk investasi peningkatan kapasitas mesin kertas Suparma.
Direktur PT Suparma Tbk, Hendro Luhur menjelaskan, selama tahun 2024, emiten berkode SPMA ini berhasil membukukan pertumbuhan penjualan bersih 2,7% menjadi sebesar Rp 2,729 trilun.
Pertumbuhan tersebut disebabkan naiknya kuantitas penjualan sebesar 4,1% mencapai 229,4 ribu MT dimana Kraft dan Tissue menyumbang pertumbuhan kuantitas penjualan masing-masing sebesar 7,2% dan 5,2%. Sedangkan penjualan Duplex relatif tidak mengalami perubahan.
Pada tahun 2024 beban pokok penjualan mengalami kenaikan 5,9% dibandingkan beban pokok penjualan tahun 2023 terutama disebabkan oleh kenaikan harga beli rata-rata bahan baku pulp sebesar 11%.
“Kenaikan beban pokok penjualan ini menyebabkan laba kotor turun 12,3% dari Rp 470,6 miliar (2023) menjadi Rp 412,8 miliar di tahun 2024,” kata Hendro Luhur usai RUPS, Selasa (10/6).

Dikatakan, tahun lalu SPMA juga membukukan rugi selisih kurs sebesar Rp 29,5 miliar akibat dari melemahnya nilai tukar Rupiah. Hal ini menyebabkan laba sebelum pajak dan laba tahun berjalan turun 43,5% dan 41,3% atau senilai sebesar Rp 134,4 miliar dan Rp 104,8 miliar.
Meskipun kondisi tahun 2025 penuh tantangan, namun pihaknya tetap yakin penjualan akan bertumbuh. Untuk periode empat bulan 2025 pihaknya meraih penjualan sebesar Rp 837,8 miliar atau setara 27,9% dari target penjualan bersih tahun 2025 sebesar Rp 3 trilun.
Kuantitas penjualan kertas sebesar 69.595 MT di empat bulan pertama tahun ini atau setara 26,9% dari target kuantitas penjualan sebesar 258.600 MT.
“Sedangkan untuk hasil produksi kertas Suparma pada periode empat bulan tahun 2025 sebesar 72.475 MT atau setara dengan 32,1% dari target produksi kertas tahun 2025 yang sebesar 225.800 MT,” ujarnya.
Untuk memacu kinerjanya, SPMA juga terus belanja modal untuk mesin produksi. Tahun 2023, pihaknya menganggarkan belanja modal sebesar USD 10 juta untuk investasi steam boiler baru. Hingga akhir tahun 2024, dana Capex terserap Rp 129,5 miliar atau USD 8,2 juta. Steam boiler ini telah berproduksi komersial pada Januari 2025.
Sedangkan pada tahun 2024, pihaknya belanja modal USD 21,4 juta untuk proyek investasi PM 11. Anggaran tersebut mencakup mesin kertas, suku cadang, bangunan dan prasarananya.
“Pada 6 Februari 2025, Suparma telah menandatangani kontrak pembelian mesin utama PM 11 dari Finlandia senilai EUR 6,35 juta. Dananya dari internal USD 5 juta. Sisanya sebesar USD 16,4 juta dari bank bentuk fasilitas kredit investasi. PM 11 tersebut diharapkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang sebesar 27.000 MT,” pungkas Hendro. BJ1