Surabaya, BisnisJatim.Id – Meskipun dibayangi kenaikan PPN menjadi 12 persen tahun 2025 yang akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun, namun PT Suparma (SPMA) – produsen aneka kertas – akan tetap melanjutkan investasi baru dengan dana ratusan miliar rupiah. Hal ini karena pasar kertas tissue dan lainnya masih cukup menjanjikan.
Direktur PT Supaarma Tbk, Hendor Luhur, rencana pemerintah yang akan menaikan PPN menjadi 12 persen diperkirakan akan berdampak pada menurunya daya beli. Kendati begitu, kebutuhan kertas tissue, LWK dan lainnya masih tetap akan bertumbuh.
Hal ini karena bisnis sektor Horeka (hotel, restaurant dan kafe) yang menjadi market utama kertas tissue masih menjanjikan. Buktinya jumlah hotel, restaurant dan kafe baru terus bermunculan. Dan semuanya ramai pengunjung. Hal itu, tentu membutuhkan kertas tissue yang banyak.
“Selain itu, pasar kertas LWK yang banyak dikonsumsi UMKM juga terbuka lebar. Sebab banyak UMKM yang bergerak dibidang F&B juga membutuhkan kertas untuk menunjang bisnis mereka,” kata Hendro Luhur saat Public Expose secara virtual, Senin (25/11/2024).
Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan terus menambah kapasitas produksi dengan investasi baru. Tahun ini emiten dengan kode perdagangan SPMA ini melanjutkan investasi mesin Steam boiler dengan belanja modal sebesar USD 10 juta. Sampai September ini, investasi telah menyerap sebesar USD 8,6 juta.
Keunggulan dari steam boiler ini lebih ramah lingkungan karena penggunaan bahan baku batu bara sebesar 25 persen atau sekitar 60 persen lebih rendah dibandigkan steam boiler yang sudah ada, serta sisanya memanfaatkan sludge, limbah plastik dan limbah kayu untuk diubah menjadi energi panas.
Selain itu, pihaknya juga melakukan investasi untuk pengembangan Paper Machine No 11. Anggaran dana yang dibutuhkan sekitar USD 23 juta. Mesin baru ini akan menghasilkan produk kertas tissue yang nantinya dapat menambah kapasitas terpasang kurang lebih 27.000 MT.
“Untuk investasi Steam Boiler semua dananya dari kas internal. Sementara untuk investasi paper Machine No 11, karena dananya besar, maka selain dari kas internal, juga dari pinjaman bank,’ tambah Hendro.
Hal ini dilakukan pasar kertas tissue di Indonesia masih sangat menjanjikan terutama disegmen pasar Horeka (hotel, restaurant dan kafe). Sedangkan, tingkat konsumsi tissue di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Di Singapura, rata-rata per orang per tahun menkonsumsi kertas tissue 27 kg. Sedangkan di Malaysia sebesar 2,5 kg. Namun di Indonesia hanya sebesar 0,5 kg. Sehingga peluang pasarnya masih sangat terbuka lebar.
“Opportunity-nya masih terbuka. Ini yang akan kita maksimalkan dengan menambah kapasitas produksi,” ujarnya.
Terkait kinerja tahun ini, dia mengaku optimis bisa mencapai target penjualan sebesar Rp 2,7 triliun. Hingga kuartal ketiga (Q3/2024), pihaknya telah berhasil meraih pendapatan bersih sebesar Rp 1,96 triliun atau setara 72,7% dari target penjualan sampai akhir tahun sebesar Rp 2,7 triliun.
Capaian selama 9 bulan ini mengalami sedikit peningkatan sebesar 1% atau sebanyak Rp19,3 miliar dibandingkan periode yang sama 2023. Namun jika dibandingkan dengan capaian pada 2022 yakni menembus Rp3,1 triliun, maka target di 2024 ini memang turun.
“Kami optimistis target tahun ini akan tercapai. Sebab hingga Oktober penjualan bersih Suparma sudah mencapai Rp2,2 triliun atau setara 81,6 % dari target,” ujarnya.
Laba berjalan selama 9 bulan mengalami penurunan20,1 persen menjadi Rp 114,9 miliar. Hal ini disebabkan peningkatan beban pokok penjualan Rp 46,2 miliar yang menyebabkan penurunan laba kotor Rp 36,6 miliar dan penurunan margin laba kotor menjadi 16,3% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 18,2%.
“Harga jual rata-rata kertas selama 9 bulan ini turun 3,5% menjadi Rp11.939. Tapi secara kuantitas, penjualan kertas SPMA naik sebanyak 7.300 MT atau 4,6% menjadi 164.295 MT,” tutup Hendro. BJ3