Gunawan Dianjaya Steel Optimis Tahun Ini Raih Penjualan Rp 2,5 T dan Laba Bersih Rp 125 M

Surabaya, BisnisJatim.Id – PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) – industri baja di Surabaya- optimis tahun ini mampu meraih penjualan sebesar Rp 2,5 triliun dengan laba bersih Rp 125 miliar.

Hadi Sutjipto, Direktur PT GDST menjelaskan, kondisi ekonomi memang melambat. Namun begitu, pihaknya tetap optimis mampu meraih pendapatan sebesar Rp 2,5 triliun dengan laba bersih Rp 125 miliar.

Optimisme ini karena hingga pada 31 Juli 2024, Perusahaan ini mampu meraih pendapatan sebesar Rp 1,7 triliun dengan laba bersih Rp 99 miliar atau turun 37 persen dibanding tahun lalu periode yang sama yakni Rp 159,4 miliar.

“Penurunan ini akibat turunya harga jual plate baja. Namun disisi lain bahan baku justru naik akibat kenaikan kurs dolar AS. Kendati begitu, kami optimis tahun ini target akan terpenuhi,” kata Hadi saat public expose di kantornya, Selasa (10/9).

OPTIMIS TUMBUH: Dari Kiri: Samuel Hadiwijaya (Direktur), Andy Soesanto (Direktur), Hadi Sutjipto (Direktur) & Sigis Bahak Mustawan (Corsec)

Untuk mencapai target tersebut, pihaknya akan memperkuat pasarnya di dalam negeri. Hingga saat ini sekitar 96 persen dari total produksi untuk memenuhi kebutuhan market nasional. Dia yakin kondisi ekonomi akan semakin baik kedepan sehingga demand plate baja juga akan naik baik untuk infrstruktur, industry kapal dan lainnya.

Bahkan emiten berkode GDST ini juga focus menyelesaikan plate mill 2 yang menelan dana Rp 1,3 triliun. Diharapkan pada November 2024 nanti sudah bisa hot trial dan Desember 2024 sudah bisa trial penuh sebelum masuk commercial operational pada awal tahun 2025.

Mengapa Plate Mill 2 harus kami selesaikan meskipun Plate Mill 1 sebenarnya cukup kapasitanya. Karena kita ini melayani job order. Jadi ketika ada pesanan yang ukurannya tidak bisa kami penuhi akan lari ke pabrik lain. Dan itu sangat besar potensinya.

“Dengan beroperasinya PM 2 nanti, maka semua pesanan akan bisa kami penuhi mulai yang ukuran kecil hingga yang besar,” tambahnya.

Sementara itu, pasar ekspor masih belum digarap maksimal meskipun potensinya cukup besar. Hal ini tujuan ekspor ke Australia, Eropa dan Amerika masih menerapkan bea masuk anti dumping. Sehingga tidak menguntungkan secara bisnis.

Hadi menjelaskan, potensi pasar ekspor sebenarnya cukup besar terutama ke Amerika, Eropa dan Australia. Namun disana menerapkan kebijakan anti dumping, sehingga sulit bersaing dan marginnya juga sangat tipis.

Karena itu, pihaknya hanya ekspor ke Malaysia dan Singapura yang merupakan traditional market kami. Setiap bulan selalu ada demand. Sementara ke Eropa, AS dan Australia kendalanya ada bea masuk anti dumping.

“Kami mencoba untuk memprotes tapi harus bayar lawyer sendiri. Dan biaya lawyer lebih tinggi daripada untungnya. Karena itu, saat ini kami hanya fokus di domestic market dan juga ekspor ke Singapura dan Malaysia,” tutup Hadi Sutjipto. BJ1