Gelar Workshop Bahaya Rokok Bagi Kesehatan, RGTC FKM Unair Ingin Perda KTR Diterapkan Maksimal 

Surabaya, BisnisJatim.Id –  Upaya meningkatkan literasi bahaya merokok bagi kesehatan terus dilakukan berbagai element masyarakat. Salah satunya adalah Research Group Tobacco Control (RGTC) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

RGTC FKM Unair kembali menggelar Workshop  denga tema “Penggunaan Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau untuk Penguatan Implementasi Kawasan Tanpa Rokok” di Swissbelin Hotel Surabaya, Hari Rabu tanggal 24 Januari 2024.

Ketua RGTC FKM Unair, Prof. Dr. Santi Martini, M.Kes mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan literasi masyarakat akan bahaya rokok bagi kesehatan. Sehingga masyarakat makin paham untuk menjaga kesehatanya.

“Tugas institusi pendidikan tidak hanya mengajar, meneliti, tapi juga melakukan pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan literasinya, pengetahuannya sehingga meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraannya,” kata Santi Martini, disela seminar, Rabu (24/1).

Dijelaskan, saat ini sekitar 80 % dari 514 kota/kabupaten di Indonesia telah memiliki regulasi terkait pengendalian tembakau baik itu berupa Perda, SK Bupati/Walikota maupun Peraturan Walikota (Perwali) atau Peraturan Bupati (Perbup).

Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah paham bagaimana dampak dari paparan asap rokok terhadap kesehatan. Mengingat sakit yang disebabkan oleh paparan asap rokok ini berpotensi menyedot anggaran di level provinsi dan BPJS Kesehatan, hingga di level belanja keluarga.

“Dii Jawa Timur, dari 38 kota/kabupaten, yang belum punya Perda itu ada 3 daerah yakni Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Ponorogo yang saat ini masih dalam proses. Hal ini cukup bagus. Sebab Jatim meruapakan salah satu pemghasil tembakau dan pabrik rokoknya juga banyak,” tambahnya.

Namun begitu, dia mengaku Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) saja belum cukup. Harus ada Upaya penegakan Perda. Sejauh ini berdasarkan penelitian RGTC FKM Unair, penegakan Perda belum optimal. Sehingga masih banyak ditemukan orang merokok ditempat umum yang seharusnya tidak boleh merokok.

Dia menegaskan, bahwa Perda KTR sebenarnya bukan melarang orang untuk merokok tetapi mengatur dan mengendalikan, sebab dampak dari asap rokok tidak hanya menyasar perokok itu sendiri tetapi juga orang di sekitarnya.

“Kami berharap disetiap daerah yang sudah ada Perda KTR, ada petugas yang rutin melakukan Razia keliling. Ada Upaya penegakan. Dan terhadap pelanggar ada sanksinya. Memang di beberapa KTR sudah tulisan denda bagi yang melanggar. Namun sejauh ini yang kami tahu belum ada yang disanksi. Padahal, jika sakit pasti ada shifthing biaya keluarga yang mau tidak mau harus dipakai untuk berobat dan perawatan,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa Pemda bisa menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok untuk penerapan Perda KTR. Pihaknya juga tidak keberatan untuk membantu Pemda dalam rangka penegakan Perda KTR.

“Yang diatur kawasannya. Ada Kawasan Tanpa Roko seperti sarana kesehatan, sarana pendidikan, area bermain anak, tempat ibadah, transportasi publik, tempat kerja, dan tempat lainnya. Kalau orang mau merokok ada tempatnya sendiri di ruang khusus meroko. Termasuk Vape itu juga diatur,” ungkap Santi Martini.

Sementara itu, Dr. Benget Saragih, M.Epid selaku Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Dit P2PTM Kemenkes RI menyatakan, pengunaan DBHCHT untuk menerapkan KTR secara maksimal itu diatur dalam Revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07/2021.

“Apalagi Indonesia merupakan konsumsi rokok terbesar ketiga setelah Tiongkok dan India sehingga Perda KTR perlu diterapkan secara maksimal,” katanya.

Dikatakan, jumlah perokok anak juga terus meningkat disebabkan salah satunya anak meniru orang tua/keluarga yang merokok. Bahkan rokok menempati peringkat kedua pengeluaran terbesar masyarakat dibandingkan makanan bergizi seperti telur atau kebutuhan pokok lainnya seperti bensin dan Listrik.

Pemerintah sudah melakukan berbagai Upaya seperti peningkatan harga melalui Cukai dan Pajak Rokok. Peringatan Kesehatan Bergambar: setiap bungkus rokok memiliki Peringatan Kesehatan Bergambar sesuai UU No 17 tahun 2023.

Selain itu juga Pengendalian Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok: tidak boleh ada iklan rokok di jalan. Penerapan KTR: Tidak hanya mengeluarkan perda, akan tetapi juga mengimplementasikan secara menyeluruh. Pengadaan layanan Upaya berhenti merokok: 40% Puskesmas di Kab/Kota ada layanan Upaya berhenti merokok.

“Sekitar 48% orang dewasa bersedia untuk berhenti merokok, sedangkan anak-anak 88% bersedia untuk berhenti merokok. Serta Pelarangan Penjualan Rokok pada Anak dan Penjualan eceran per batang,” ujarnya.

Dia juga menyampaikan bahwa Kemenkes RI juga melakukan upaya seperti penerapan KTR di 7 tatanan. Minimal menerapkan 3 tatanan hingga 100% menerapkan KTR di tahun 2024: sekolah, tempat bermain anak, dan fasyankes dimana salah satu indikatornya tidak ada punting rokok di tempat-tempat tersebut.

Selain itu, memberikan layanan konseling UBM dan skrining perilaku merokok pada anak sekolah. Memberikan edukasi dan kampanye bahaya merokok dimasukkan dalam kurikulum merdeka, kampanye merokok (sekolah dan pesantren), media sosial, melibatkan masyarakat dan remaja

“Jadi kita tidak melarang orang merokok, namun memberikan edukasi akan bahaya merokok dan memberikan pemahaman bahwa merokok itu ada tempatnya,” pungkas Benget Saragih. BJ3