Bisnisjatim.id, Surabaya – Fenomena meningkatnya minat anak muda terhadap cerutu membawa dinamika baru dalam industri cerutu Indonesia. Tak lagi hanya menyasar kalangan mapan atau usia senior, kini pasar cerutu diramaikan oleh generasi muda berusia 20 hingga 35 tahun. Kondisi ini mendorong para produsen untuk berinovasi, menciptakan produk yang lebih relevan dan menarik bagi segmen baru tersebut.
Andreas Setiadi, Ketua Indonesian Cigars Club, menyatakan bahwa pergeseran demografi penikmat cerutu terlihat jelas dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak masa pandemi.
“Pandemi menjadi momen refleksi banyak orang, termasuk anak muda. Mereka mencari cara untuk relaksasi dan eksplorasi gaya hidup baru. Cerutu menjadi salah satu simbol dari hal itu, bukan hanya konsumsi, tapi bagian dari experience dan gaya hidup,” ujar Andreas.
Menurut Andreas, anak muda memiliki karakteristik berbeda dibanding penikmat cerutu pada umumnya. Mereka lebih eksploratif, menyukai variasi, dan mengedepankan estetika dalam memilih produk. Hal ini membuat para produsen cerutu, baik lokal maupun impor, berlomba menciptakan inovasi dan mengeluarkan produk baru.
“Produsen mulai sadar bahwa cerutu untuk anak muda harus punya pendekatan yang berbeda. Dari ukuran yang lebih kecil, cita rasa yang ringan, hingga kemasan yang modern. Bahkan terkait harga,” tambahnya.
Bahkan untuk memenuhi permintaan pasar, Indonesian Cigars Club (ICC) menjalin kolaborasi strategis dengan salah satu produsen cerutu lokal, Sultan Cigar untuk meluncurkan produk terbaru yang mengangkat potensi tembakau asli Indonesia.
Langkah kolaboratif ini dinilai sebagai bentuk nyata dari dukungan komunitas terhadap produk dalam negeri serta dorongan untuk mempopulerkan tembakau lokal sebagai komoditas unggulan industri cerutu Indonesia.
“Cerutu ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga tentang identitas. Kami percaya tembakau Indonesia memiliki kualitas yang sangat baik dan layak bersaing di pasar global. Melalui kolaborasi ini, kami ingin memperlihatkan bahwa produk lokal bisa tampil elegan, berkelas, dan berkarakter,” ujar Andreas.
Selain dari sisi produk, strategi pemasaran juga mengalami perubahan signifikan. Penjualan yang semula bergantung pada toko fisik kini beralih ke platform digital. Produsen menggandeng influencer, mengadakan sesi edukasi daring, hingga membentuk komunitas digital untuk menarik perhatian anak muda.
Andreas menambahkan bahwa komunitas pecinta cerutu di Indonesia kini semakin berkembang. Banyak di antaranya beranggotakan anak-anak muda dari berbagai latar belakang dari profesional muda, seniman, hingga mahasiswa. Mereka tak hanya menikmati cerutu, tapi juga menjadikannya bagian dari identitas sosial.
Namun, ia juga mengingatkan pentingnya edukasi dalam menikmati cerutu secara bijak. “Kami di komunitas selalu menekankan bahwa cerutu bukan untuk gaya-gayaan atau konsumsi berlebihan. Ini soal apresiasi rasa, momen, dan momen. Harus disertai tanggung jawab,” ujarnya.
Evan S, General Affair Damara Cigars & Tobacco juga membenarkan adanya peningkatan jumlah pelanggan muda selama masa pandemi lalu. Ia menyebut bahwa kalangan eksekutif muda hingga mahasiswa kini mulai tertarik untuk menikmati cerutu, bahkan menjadi pengguna aktif yang mengeksplorasi berbagai jenis cerutu lokal maupun impor.
“Jika dulu cerutu identik dengan usia tertentu, kini paradigma itu bergeser. Banyak anak muda yang mulai menyukai cita rasa cerutu dan rela merogoh kocek mendapatkannya,” ujarnya.
Menurutnya, keterbatasan ruang gerak selama pandemi dan meningkatnya tekanan psikologis menjadi salah satu faktor pendorong perubahan gaya hidup tersebut. Cerutu kemudian dipilih sebagai sarana relaksasi sekaligus simbol kemapanan dalam lingkup sosial mereka.
Evan mengingat kenaikan penjualan cerutu mencapai hampir 50 persen sepanjang masa pandemi. Selain faktor internal konsumen, meningkatnya eksposur publik terhadap cerutu melalui para figur publik dan artis juga dinilai turut mendongkrak minat masyarakat. Beberapa selebritas bahkan diketahui telah meluncurkan merek cerutu mereka sendiri.
“Tak hanya laki-laki, penikmat cerutu perempuan pun kini semakin banyak. Hal ini membawa angin segar bagi industri cerutu dalam negeri,” tambahnya.
Dalam praktik penjualannya, transaksi cerutu selama pandemi mayoritas dilakukan secara daring. Konsumen biasanya terlebih dahulu berkonsultasi secara virtual sebelum memutuskan pembelian, yang kemudian diikuti dengan pengiriman secara online.
Keterangan Foto : Ketua ICC, Andreas Setiadi
Meski tidak menyebutkan jenis cerutu spesifik yang paling diminati, Evan menyatakan bahwa preferensi sangat personal. Beberapa konsumen memilih cerutu lokal, sementara yang lain lebih menyukai cerutu impor, terutama dari Kuba.
Lebih lanjut, Evan menilai bahwa industri cerutu di Indonesia memiliki prospek yang semakin menjanjikan, didukung oleh munculnya berbagai komunitas penikmat cerutu di berbagai kota. Ia optimistis tren ini akan terus tumbuh seiring meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap ragam produk tembakau yang dinilai premium dan eksklusif ini.
Sementara itu salah pelaku usaha lokal di Jember, Dian Ramadhani memperkenalkan lini cerutu dengan varian yang berbeda. Produk ini ditujukan untuk penikmat baru yang ingin mengenal dunia cerutu tanpa langsung menyentuh profil rasa berat yang biasa ditemukan dalam cerutu klasik.
Menurut Dian, pendekatan ini merupakan strategi untuk memperluas jangkauan pasar. “Kami ingin menjadikan cerutu sebagai bagian dari gaya hidup kreatif, bukan simbol eksklusif semata. Apalagi generasi muda kini lebih terbuka mencoba hal-hal baru,” jelasnya.
Tak hanya dari segi produk, cara pemasaran pun mengalami penyesuaian. Produsen kini aktif menggunakan media sosial, menggandeng influencer muda, serta mengadakan pop-up event dan sesi edukasi tentang cerutu di kafe atau lounge. Pendekatan ini disebut berhasil menarik minat anak muda yang ingin mencoba cerutu sebagai bagian dari kegiatan bersantai. (kar)