Potensi Pengembangan Kakao di Jatim Capai 16.000 Ha

 

Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Heru Suseno S.TP., M.T saat melakukan kunjungan di wisata desa coklat Majapahit di Desa Randugenengan, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto.

 

Bisnisjatim.id, Surabaya – Potensi pengembangan tanaman kakao di Jawa Timur cukup luas. Data Dinas Perkebunan Jatim menyebutkan, luas potensi pengembangan kakao mencapai kurang lebih 16.000 ha. Luasnya potensi tersebut jika dapat dikembangkan dengan maksimal, tentu dapat memenuhi permintaan yang selama setiap bulannya masih kurang.

Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Heru Suseno S.TP., M.T, Jumat (17/12/2021) mengatakan, selama produksi kakao biji kering di Jawa Timur sebesar 50 – 80 ton perbulan. Namun permintaan yang ingin menyerap produksi kakao kelompok tani sebesar 100 ton per bulan. Tentu saja, permintaan pasar tersebut belum dapat dipenuhi untuk saat ini.

Dari beberapa lahan yang memiliki potensi pengembangan kakao tersebut, beberapa lokasi tersebar dibeberapa kabupaten, diantaranya Pacitan, Trenggalek, Madiun, Malang, Blitar, Lumajang, Kediri, Nganjuk dan Tulungagung. “Jika potensi lahan tersebut dapat digarap secara maksimal, status Jatim sebagai sentra kakao nasional dapat kita raih,” harapnya.

Data tahun 2021 menyebutkan, luas exsisting kakao di Jatim sebesar 57.020 ha. Lahan-lahan tersebut tersebar di Perkebunan Rakyat seluas 40.184 ha, Perkebunan Besar Negara seluas 12.229 ha, dan Perkebunan Besar Swasta 4.608 ha.

Sementara untuk produksinya sendiri pada tahun 2021 mencapai 34.988,85 ton. Produksi itu berasal dari Perkebunan Rakyat sebanyak 20.558,10 ton, Perkebunan Besar Negara sebesar 11.2019 ton dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 3.211,75 ton.

“Potensi kakao rakyat di Jatim masih cukup besar tapi belum dikembangkan optimal, padahal komoditas tersebut mampu meningkatkan perekonomian masyarakat desa karena bisa dipanen dua kali per bulan dan penjualannya juga cukup mudah,” imbuhnya.

Dikatakannya, kebutuhan pabrik pengolahan kakao dalam negeri sendiri kekurangan bahan baku, sehingga kerap mendatangkan kakao dari kawasan timur Indonesia bahkan impor dari Afrika.

Guna meningkatkan kembali produktivitas kakao di Jawa Timur, pemerintah terus melaksanakan kegiatan pengembangan, rehabilitasi, dan intensifikasi kakao Hal ini juga untuk memberikan peluang kesempatan kerja bagi petani .

Lebih lanjut Heru Suseno mengatakan, kegiatan intensifikasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kakao, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani kakao di Jawa Timur. Di lain pihak kegiatan rehabilitasi tanaman dilakukan untuk memperbaiki tanaman yang tua atau rusak, serta kegiatan pengembangan untuk menumbuhkan sentra kakao baru di Jawa Timur.

Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu tanaman kakao di Jawa Timur juga dilakukan bantuan alat panen dan pasca panen serta peningkatan SDM petugas dan petani melalui pelatihan.

Dengan adanya pelatihan diharapkan petani dapat meningkatkan ketrampilan dalam berbudidaya serta mengolah biji kakao yang dihasilkan menjadi produk sekunder sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

Kegiatan pengembangan kakao ini sangat diminati masyarakat karena harga komoditi yang dalam lima tahun ini relatif stabil, tidak dikenal musim berbuah serta teknik budidaya kakao yang relatif mudah dan memerlukan naungan sehingga oleh petani banyak ditanam di antara pertanaman yang telah ada sebelumnya.

Harga per kakao untuk non fermentasi rata-rata berkisar Rp 20.000 – Rp 23.000. Sementara untuk fermentasi berkisar rata-rata Rp 27.000 – 35.000 sesuai dengan grade masing-masing. “Dengan potensi harga yang cenderung naik, tentunya minat petani untuk mengembangkan komoditas ini semakin bergairah,” katanya.

Ditahun 2020, areal tanam kakao di Jawa Timur mencapai seluas 56.895 ha. Luasan tersebut terdiri dari areal kakao rakyat seluas 40.059 ha dan Perkebunan Besar Negara seluas 12.229 ha dan Perkebunan Besar Swasta seluas, 4,607 ha.

Produksi kakao di Jatim pada tahun 2020 mencapai 35.304 ton terdiri dari produksi kakao rakyat sebesar 20.815 ton, produksi kakao Perkebunan Besar Negara 11.249 ton dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 3,240 ton.

“Komoditi kakao ini merupakan komoditi strategis untuk mengangkat martabat masyarakat dengan meningkatkan pendapatan petani perkebunan dan tumbuhnya sentra ekonomi regional. Kakao juga merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor perkebunan, antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara,” terangnya.

Sebelumnya, untuk mempromosikan potensi kakao di Jatim, Dinas Perkebunan Jatim pada 10 Desember 2021 bertempat di Warung Tani Pan Java Dau Malang, menyelenggarakan kegiatan “Gebyar Kopi dan Kakao Jawa Timur Tahun 2021. Kegiatan ini dilaksanakan, sekaligus dalam rangka memperingati Hari Perkebunan Nasional ke 64.

Dalam arena gebyar, dipamerkan ragam produk hilir kopi dalam bentuk roasting (sangrai) dan powder (Bubuk) yang dikemas menarik, dari berbagai sentra produksi. Sentra produksi kopi Jatim ada di : Selingkar Ijen-Raung; Selingkar Argopuro; Selingkar Bromo-Tengger-Semeru; Selingkar Arjuno-Kawi-Anjasmoro; Selingkar Kelud; Selingkar Wilis; dan Selingkar Lawu. Masing-masing kawasan, memiliki citarasa yang khas.

Sementara produk hilir kakao, antara lain Minuman Cokelat; Permen Cokelat; dan makanan berbasis cokelat dari sejumlah sentra olahan kakao, antara lain Mojokerto, Kediri, Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek. Kegiatan diikuti sebanyak 24 stand, meliputi Stand produk hilir kopi dan kakao hasil olah Kelompoktani atau Gapoktan se Jawa Timur; Produk Olahan Kopi dari Pesantren anggota OPOP (One Pesantren One Product); Produk olahan kopi dan cokelat PUSLITKOKA, PTPN XII serta Stand Bank UMKM Jatim”, tutur Heru Suseno. bj1